Sepatah Kata Dari Saya

Assalamualaikum Wr. Wb.

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya. Blog ini ditujukan sebagai sarana komunikasi antara saya dan ummat. Mudah-mudahan blog ini dapat bermanfaat bagi anda. Saya harap, anda berkenan memberikan kritik dan masukan anda ke email lukman.hakiem@yahoo.co.id . Kritik dan masukan anda sangat berarti bagi saya dalam mengabdi dan melayani ummat, demi melanjutkan pengabdian untuk kemaslahatan bersama.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.




Kegiatan Saya

Lukman_Hakiem's Profile Pictures album on Photobucket

21 Juni 2011

Pemerintah Sengaja Biarkan WNI Dibunuh

Jakarta, PelitaOnline - PEMERINTAH dinilai sengaja membiarkan Warga Negara Indonesia dibunuh, disiksa, ditelantarkan, diperkosa, dan dipancung oleh negara lain. Perlakuan yang tidak manusiawi kepada WNI oleh pemerintahan negara lain ini selalu terjadi sepanjang pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakiem melalui pesan singkatnya (SMS). Menurut Lukman, sejak pemilihan presiden 2009 lalu, negara benar-benar hilang, "Tidak mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia."

Pernyataan mantan anggota DPR tersebut tampaknya menjadi jawaban atas pernyataan pemerintah, terutama Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang mengatakan bahwa pemerintah tak pernah diam dan tidur dalam melindungi para TKW disejumlah negara.

Menurut Patrialis, masyarakat janganlah memberikan penilian yang bersifat negatif kepada pemerintah terkait keberadaan para TKW. Pasalnya, lanjut dia, pemerintah selalu mengupayakan yang terbaik untuk para TKW. (Hurri Rauf)

15 Juni 2011

KPK Adalah Komisi Pelindung Kepentingan

KPK dianggap sebagai Komisi Pelindung Kepentingan karena lebih serius mengurus perkara korupsi kecil ketimbang yang kakap

Sumber Foto: matanews.com
Jakarta, PelitaOnline - BANYAKNYA koruptor kelas kakap yang kabur meninggalkan Tanah Air bukan disebabkan karena kelalaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi dinilai lebih karena faktor pada peran KPK yang menjadi pelindung kepentingan.

Hal tersebut dikatakan ketua Majelis Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakiem, Selasa (14/06/2011). Pendapat ini dia sampaikan menyikapi lambannya langkah KPK dalam mengusut tersangka kasus suap cek pelawat Nunun Nurbaeti dan kasus suap di Kemenpora yang melibatkan Muhammad Nazaruddin.

"Saya katakan demikian karena KPK sudah kehilangan jejak kepada dua orang ini. KPK hingga saat ini masih juga belum mengetahui di mana kedua orang itu tinggal," kata Lukman.

Menurut Lukman, selama ini KPK lebih serius mengurus kasus-kasus kecil dan membiarkan kasus-kasus besar. " Kasus Nunun adalah contoh yang tak bisa KPK sangkal," katanya.

Mantan anggota DPR ini mengatakan, KPK tidak mungkin kehilangan jejak terhadap istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun jika saja KPK mencegah langsung tersangka setelah jaksa KPK menyebut nama Nunun berkali-kali di persidangan setahun lalu.

"Tapi kenapa KPK tidak langsung melakukan pencegahan. Bukankah KPK sebagai lembaga independen yang bebas mengusut, menyidik, dan memberantas koruptor kelas kakap. Makanya sekali lagi saya katakan bahwa lembaga ini bukan Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi Komisi Pelindung Kepentingan," tegas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini. (Hurri Rauf)

03 Juni 2011

Peringatan Kelahiran Pancasila Tidak Sesuai Fakta


Peringatan hari kelahiran Pancasila seolah-olah dimiliki satu golongan. Dan itu pun tidak sesuai dengan fakta sejarah

Pelita Online - Wakil Ketua Majelis Pakar Dewan Pengurus Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Lukman Hakiem mengatakan Pancasila bukan kesepakatan sekali jadi. Simbol persatu bangsa itu disepakati menjadi dasar negara sebagai milik bersama melalui proses panjang dan berliku. Namun, peringatan hari kelahiran ideologi negara yang jatuh pada 1 Juni tersebut seolah-olah dimiliki satu golongan, yang juga tidak sesuai dengan fakta sejarah.

“Sebab ada rangkaian pidato di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPKU) pada awal Mei 1945, ada beberapa kali perubahan konstitusi Undag-Undang 1945, konstitusi RIS dan UUDS 1950, ada proses permusyawaratan di Majelis Konstituante 1956-1959, dan akhirnya proses Dekrit Presiden 5-19 juli 1959 menetapkan 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila,” kata Lukman, melalui pesan singkatnya (SMS) Juma’at (03/06/2011)

Menurut Lukman, lahirnya Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni jelas merupakan pememotongan sejarah dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Apalagi, lanjut Lukman, ada perbedaan signifikan antara pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dengan Pancasila versi dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang disepakati secara aklamasi oleh DPR pada 22 Juli 1959.

“Pada pidato 1 juni, sila Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan sebagai sila kelima, ketiga dan akhirnya hilang ketika Pancasila diperas menjadi Ekasila (gotong royong),” tuturnya.

Mantan anggota DPR RI ini mengatakan, Pancasila yang merupakan hasil proses panjang itu, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah filsafat materialisme belaka. Tanpa sila pertama pancasila kebawah tidak berakar dan ke atas juga tentu tidak berpucuk.

“kita yakin, hanya dipangkuan umat beragama, pancasila akan tumbuh subur. Karena itu jangan dibiarkan Pancasila hanya menjadi milik satu golongan saja.

Sebab, tambah dia, pada 1 juni, MPR memperingati pidato Bung Karno. “Namun Kenapa MPR tidak diperingati pidato Mr. Muh. Yamin, Pidato Prof. Soepomo, pidato Mr. Maramis, pidato K.H. A. Wahid Hasyim, Pidato Ki Bagus Hadikusumo dan pidato tokoh-tokoh lainnya,” tambahnya.

“Kenapa juga tidak ada peringatan Piagam Jakarta pada 22 Juni, atau peringatan Dekrit Presiden 5 juli,”.

Agar pancasila tetap menjadi milik bersama dan tidak jatuh pada satu golongan, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini berharap MPR juga memperingati hasil pidato para fanding fathers di atas. Hurri Rauf